svectrum.com, PALI – Dalam dunia birokrasi, permainan anggaran kerap kali terjadi di balik lembar-lembar dokumen yang tampak sah dan legal. Terutama dalam pengadaan barang habis pakai, yang secara karakteristik sulit dilacak keberadaannya pasca-distribusi. Inilah celah yang diduga sering dimanfaatkan oleh oknum pejabat untuk melancarkan aksi korupsi secara halus dan sistematis.
Sebuah diskusi santai namun tajam digelar oleh Tim Pemburu Korupsi di Bumi Serepat Serasan, Kabupaten PALI. Dalam diskusi, Mereka mengangkat kejanggalan dalam proyek pengadaan pupuk senilai Rp38.337.620.000 yang dikelola Dinas Pertanian Kabupaten PALI pada Tahun Anggaran 2025.
"Ini bukan martabak telor. Ini pengadaan pupuk miliaran rupiah yang terkesan manis di permukaan, namun berpotensi pahit bagi rakyat," ujar Bung Hendri, salah satu pegiat anti-korupsi lokal sambil menyeruput kopi pahit tanpa gula, malam itu.
Dari penelusuran tim investigasi, pengadaan pupuk fantastis itu dimenangkan oleh tiga perusahaan, yaitu:
CV. Eka Jaya Bersama
CV. Agro Kurnia Utama
CV. Bergema Bergerak Bersama
Ketiganya terlibat dalam proyek besar yang konon dikemas demi meningkatkan kesejahteraan petani. Namun, publik bertanya: Benarkah sebesar itu manfaatnya sampai ke tangan petani? Atau, justru hanya menjadi alat “seremonial” demi memperkaya segelintir elite?
"Apakah pupuk itu benar-benar sampai ke petani? Apakah jumlah yang diberikan sesuai dengan yang tercantum dalam kontrak? Atau justru dimanipulasi?" tanya Bung Hendri, penuh kecurigaan.
Kecurigaan bukan tanpa dasar. Menurut para pegiat antikorupsi, pengadaan barang habis pakai seperti pupuk sangat rawan diselewengkan karena tidak meninggalkan jejak nyata setelah digunakan. Barangnya bisa habis, tapi uangnya bisa 'mengalir' ke arah yang tidak semestinya.
Eftiyani, salah satu tokoh Kabupaten PALI, turut angkat bicara. Ia menegaskan dukungannya terhadap upaya pemberantasan korupsi di wilayahnya.
"Saya mendukung penuh aparat penegak hukum untuk mengusut tuntas pengelolaan anggaran APBD yang terindikasi bermasalah. Uang rakyat harus digunakan untuk kepentingan rakyat, bukan untuk memperkaya individu atau kelompok," tegas Eftiyani.
Menanggapi polemik yang berkembang, Kepala Dinas Pertanian Kabupaten PALI, Ahmad Joni, SP, MM, memberikan klarifikasi.
"Dinas Pertanian terbuka terhadap semua kritik dan laporan masyarakat. Jika ada penyimpangan di lapangan, kami siap menindaklanjuti. Kami juga selalu meminta pendampingan hukum dari berbagai pihak, serta mengikuti mekanisme yang berlaku," ujarnya.
Dengan segala data dan dugaan yang mulai menyeruak ke permukaan, masyarakat dan aktivis berharap aparat penegak hukum bertindak proaktif untuk mengawasi dan mengaudit proyek-proyek pengadaan seperti ini. Jangan sampai dalih “demi kesejahteraan petani” hanya menjadi tameng untuk menutupi kejahatan anggaran.
Jika benar ada aroma korupsi dalam proyek ini, maka rakyat PALI berhak tahu, dan pelakunya harus bertanggung jawab* (tim)