SUMSEL//PALI. svectrum.com
8 Agustus 2025
Pernyataan Wakil Bupati PALI, Iwan Tuaji, yang menyebutkan bahwa rapat pejabat pemerintah di hotel mewah dibiayai oleh uang pribadi Bupati Asgianto, terdengar lebih seperti manuver canggung ketimbang klarifikasi. Bukannya meredam kritik publik, justru membuka ruang pertanyaan yang lebih luas—dan dalam banyak sisi, tak masuk akal.
Dalam tata kelola pemerintahan yang sehat, setiap kegiatan resmi—apalagi yang melibatkan pejabat, perjalanan dinas, hingga fasilitas negara—harus dibiayai oleh anggaran resmi, bukan dari kocek pribadi. Negara punya sistem, dan sistem itu wajib dipatuhi.
Jika benar kegiatan tersebut tidak menggunakan anggaran daerah, maka muncul pertanyaan lanjutan: apakah seluruh pejabat yang hadir juga membayar sendiri? Tanpa SPJ? Tanpa SPPD? Tanpa fasilitas negara? Jika ya, maka mengapa agenda itu tercantum dalam surat resmi kegiatan pemerintah?
Pernyataan ini tidak hanya problematik secara logika, tapi juga berisiko secara hukum. Dalam sejumlah kasus sebelumnya di daerah lain, penggunaan dana pribadi untuk kegiatan dinas pernah dianggap sebagai bentuk penyimpangan, bahkan pintu masuk ke praktik koruptif yang lebih kompleks. Apalagi jika dana pribadi itu ditarik kembali diam-diam melalui pos anggaran lain.
Ada alasan mengapa keuangan negara diatur secara ketat. Transparansi dan akuntabilitas bukan sekadar jargon. Ia adalah jantung dari demokrasi yang berfungsi. Mengaburkan batas antara kegiatan pribadi dan tugas negara hanya akan mencederai kepercayaan publik.
Di tengah minimnya komunikasi resmi yang tertata, wajar bila publik PALI mulai bertanya-tanya: siapa yang sesungguhnya diuntungkan dalam setiap kebijakan yang diambil? Bila jawaban yang muncul justru semakin membingungkan, bukan tidak mungkin kecurigaan akan berubah menjadi ketidakpercayaan permanen.
Sudah saatnya Pemkab PALI berpikir ulang soal cara mereka menyampaikan informasi ke publik. Kebenaran tidak cukup dibela dengan niat baik. Ia butuh data, bukti, dan konsistensi. Bila tidak ingin terus diserang oleh opini liar, berhentilah memberi pernyataan yang malah menambah kekacauan logika, "penulis Babayo.
Perihal ini di Ungkapkan BABAYO selaku penulis senior yang menyikapi polemik dan isu panas yang sedang terjadi di kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir
📌 Catatan Kaki (Referensi dan Landasan Opini)
1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
→ Menyebutkan bahwa seluruh pelaksanaan tugas dan fungsi pemerintah daerah harus dibiayai dari anggaran yang sah.
2. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah
→ Mengatur secara detail soal penyusunan, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban APBD.
3. Prinsip Transparansi dan Akuntabilitas
→ Diatur dalam UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Uang negara harus dikelola terbuka, logis, dan dapat diaudit.
4. Kasus Serupa: Mantan Gubernur Kalimantan Selatan
→ Pernah menggunakan dalih dana pribadi untuk kegiatan resmi dan terbukti bermasalah secara hukum.
5. Agenda Resmi Pemkab PALI
→ Jika tercatat dalam surat edaran atau dokumen formal, maka secara hukum kegiatan tersebut telah dikategorikan sebagai kegiatan kedinasan.
Harda Belly aktivis Nasional yang berdarah sumsel yang lebih di akrab di panggil HB, juga ikut berkomentar, semua kegiatan Bupati dan Wk. Bupati sudah diatur kegiatannya dan harus sesuai aturan.
"Semua kegiatan bupati dan wakil bupati itu SDH diatur anggarannya makanya ada protokoler untuk mengatur itu semua. Rapat internal Pemkab Pali harus susuai dgn aturan. Tetap tidak dibenarkan rapat mewah di tengah perintah efesiensi dan di tengah kondisi pembangunan Pali masih terbelakang sekalipun menggunakan dana pribadi." Jelas Harda Belly.
"Harus dibuktikan pernyataan bupati Pali itu yang menggunakan dana pribadi dan apakah benar dr awal memang mau pakek dana pribadi atau hanya karena viral saja" Tutup Harda Belly. (Saleh/Lukman).